Monday, May 23, 2016

sejarah recording musik

PART 5


Industri Rekaman di Indonesia Sekarang
Industri musik rekaman di Indonesia kini memasuki periode terburuk sejak bisnis ini dimulai pada 1954. Penjualan album fisik terus merosot.
Penyebabnya selain karena perkembangan teknologi dunia maya, pembajakan memang masih terus merajalela. Meski gerakan antipembajakan terus dikobarkan, toh pembajak tetap merajalela. Bahkan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tingkat pembajakan di Indonesia berada dalam kondisi sangat parah.
Data Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), menyebutkan pada 2008 produk bajakan di Indonesia peredarannya mencapai 90% dari produk aslinya. Hanya 10% saja produk rekaman asli beredar di pasaran! Artinya, satu album resmi dirilis, 9 bajakannya sudah muncul di pasaran.
“Sudah amat parah,” ungkap Anang Hermansyah, pengamat musik yang mempopulerkan jualan musik lewat internet melalui im:port.
Penjualan album rekaman legal memang terus menurun drastis hingga 20% tiap tahun. Perusahaan rekaman pun banyak yang ambruk.
Industri rekaman sebagai salah satu elemen terpenting industri musik Indonesia mengalami pukulan cukup berat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Pembajakan juga dituding menjadi ‘biang keladi’ turunnya jumlah penjualan album fisik (audio & video) legal. Data ASIRI memperlihatkan fenomena itu.
Jika pada 2005 jumlah kaset, CD dan VCD yang beredar di Indonesia mencapai angka 30.032.460 keping, maka pada 2006 angkanya sudah menciut menjadi 23.736.355 keping. Terus menurun pada 2007 hingga mencapai angka 19.398.208. Dan hanya sekitar 15 jutaan yang beredar pada 2008.
Data itu menggambarkan rata-rata penurunan peredaran cakram audio dan video legal di Indonesia mencapai sekitar 20% tiap tahun!
Pengamat musik Bens Leo pernah mengungkapkan, tren penurunan rekaman fisik telah terjadi mulai awal 2000-an ketika ditemukannya new media di dunia. Ini imbas dari tren di mancanegara, dalam hal ini AS sebagai kiblat industri musik dunia yang juga mengalami penurunan akibat naiknya tren mengunduh musik via layanan P2P [peer-to-peer].
Namun, katanya, untuk Indonesia, pembajakan kaset dan CD memang masih menduduki peringkat atas. “Ini membawa ajal bagi perusahaan rekaman, musisi, penyanyi, pencipta lagu, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam industri musik,” katanya.
Arie Suwardi Widjaja, Direktur A&R Aquarius Musikindo, 1-2 tahun ke depan akan menjadi satu kurun waktu yang menentukan arah industri musik lokal. “Apakah penjualan rekaman fisikal masih bisa menguntungkan atau habis. Mungkin jika teknologinya sudah mengarah ke sana bakal banyak toko-toko kaset yang tutup,” ujarnya.
Aquarius Musikindo yang memiliki bisnis retail musik di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, menurutnya juga mengalami tekanan yang luar biasa beberapa tahun belakangan ini. “Saat ini memang pasar penjualan fisik album sangat parah. Yang datang ke toko kaset sekarang sedikit sekali, akibatnya penjualan juga sedikit,” ujarnya

No comments:

Post a Comment